Saturday, December 7, 2019

Makalah Cyber Espionage

Makalah Cyber Espionage


Tema               : Cybercrime and Cyberlaw
Nama               : Muhamad Rafly Fahriansyah
NIM                : 13170800
Kelas               :13.5A.11
Mata Kuliah    : Etika Profesi Teknologi Informasi Dan Komunikasi


D3 TEKNOLOGI KOMPUTER
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS BINA SARANA INFORMATIKA
2019

KATA PENGANTAR

Dengan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha esa, atas segala rahmat , hidayah dan bimbingan-Nya , sehingga kami penulis dapat menyelesaikan makalahini.
Penulisan makalah ini digunakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Profesi Teknlogi Informasi dan Komunikasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan rasa terima kasih kepada bapak Budi Santoso, M.Kom selaku dosen mata kuliah ini.
Semoga bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada kami mendapat balasan serta karunia dari Allah SWT. Kami menyadari penulisan makalahini jauh dari sempurna , maka dari itu kami berharap saran dan kritik untuk kesempurnaan makalah ini. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi kami dan pihak yang memerlukan.




Bekasi, 06 Desember 2019



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.. i
DAFTAR ISI. ii
BAB I. 1
1.1 Latar Belakang. 1
1.2 Batasan Masalah. 3
1.3 Tujuan Penulisan. 3
BAB II. 4
2.1 Pengertian Cyber Espionage. 4
BAB III. 6
3.1 Motif Pendorong Terjadinya cyber espionage. 6
3.2 Contoh kasus Cyber Espionage. 7
3.3 Metode Mengatasi Cyber Espionage. 9
3.4 Hukum yang mengatur cyber espionage. 10
BAB IV.. 11
4.1 Kesimpulan. 11
4.2 Saran. 11
DAFTAR PUSTAKA



BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Sejauh ini globalisasi serta kemajuan teknologi memberikan dampak positifmaupun negatif. Salah satu dampak positif yang didapat yaitu menghemat waktukarna berhubungan dengan orang lain dari tempat yang jauh hanya dengan waktuyang sangat singkat. Dampak negatifnya adalah bahwa dalam globalisasi dan kemajuan teknologi komunikasi ini terdapat penyalahgunaan teknologi, terutama dalam teknologi komunikasi.
Era globalisasi dan teknologi informasi membawa pengaruh terhadap munculnya berbagai bentuk kejahatan yang sifatnya baru. Jaringan borderless digunakan sebagai alat untuk melakukan perbuatan yang bertentangan hukum. Umumnya kejahatan yang berhubungan dengan teknologi atau cybercrime merupakan kejahatan yang menyangkut harta benda dan/atau kekayaan intelektual. Istilah cybercrime saat ini merujuk pada suatu tindakan kejahatan yang berhubungan dengan dunia maya (cyberspace) dan tindakan kejahatan yang menggunakan komputer.
Dalam kondisi globalisasi dengan jaringan komunikasi yang bersifat borderless, dimana hubungan antar negara sudah jauh lebih mudah dari sebelumnya, suatu negara dapat mengalami permasalahan dengan negara lain yang menjadi mitra atau negara sahabatnya. Masalah yang terjadi antara negara bermacam-macam. Salah satu masalah yang sedang terjadi antar negara saat ini adalah masalah penyadapan, yaitu penyadapan intelejen Australia terhadap presiden RI dan beberapa Menteri serta terhadap beberapa negara di Asia lainnya.
Dalam prakteknya tidak akan dilakukan penjelasan mengapa intelejenAustralia melakukan penyadapan, karena mencari informasi dengan mematamatai adalah sewajarnya pekerjaan dari intelejen. Yang menjadi masalah adalah spionase dilakukan dalam masa damai, bukan dalam keadaan perang. Spionase dilakukan dengan cara menyadap handphone milik Presiden RI, kegiatan ini dipusatkan di kantor kedutaan Australia di Indonesia. Hukum positif Indonesia tidak mengatur secara rinci mengenai tindakan spionase dalam Undang-undang tersendiri, namun hal ini diatur di dalam Undang-undang tentang teknologi dan informasi. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara anti spionase. DalamUndang-undang tentang teknologi dan informasi spionase merupakan kejahatan dunia maya atau cybercrime.
Hal ini mudah diputuskan apabila subjek dan objek dari spionase ini merupakan individu atau kelompok dalam satu negara. Yang menjadi pertanyaan adalah jika kegiatan spionase yang dilakukan oleh antar negara terhadap negara dengan catatan bahwa spionase merupakan suatu cybercrime menurut negara yang menjadi objek spionase, tetapi di sisi lain spionase bukan merupakan merupakan suatu cybercrime di negara yang melakukan siponase.
Dalam dunia internasional pun belum ada konvensi khusus yang mengatur spionase secara terperinci. Namun beberapa negara anti-spionase telah mengusulkan PBB agar mengeluarkan resolusi anti spionase antar negara atau Anti-Spying Resolution dengan harapan tidak ada lagi tindakan spionase melalui cara apapun termasuk melalui penyadapan.
Berdasarkan masalah diatas, penulis menyusun sebuah Makalah tentang Cyber Espionage dalam Kasus Penyadapan yang dilakukan oleh intelejen Australia terhadap pejabat-pejabat tinggi di Indonesia.

1.2 Batasan Masalah

Batasan Masalah penulisan makalah ini dibatasi pada pembahasan tenatang kasus kejahatan cyber espionage baik contoh kasusnya,cara pencegahannya,serta cara hukum yang mengatur

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi mata kuliah Etika Profesi dan Teknologi Informasi dan Komunikasi serta untuk menambah wawasan pembaca dan penulis tentang masalah “Cyber Espionage”


BAB II

Landasan Teori

2.1 Pengertian Cyber Espionage

Cyber memata-matai atau Cyber Espionage adalah tindakan atau praktek memperoleh rahasia tanpa izin dari pemegang informasi (pribadi, sensitif, kepemilikan atau rahasia alam), dari individu, pesaing, saingan, kelompok, pemerintah dan musuh untuk pribadi, ekonomi , keuntungan politik atau militer menggunakan metode pada jaringan internet, atau komputer pribadi melalui penggunaan retak teknik dan perangkat lunak berbahaya termasuk trojan horse dan spyware . Ini sepenuhnya dapat dilakukan secara online dari meja komputer profesional di pangkalan - pangkalan di negara-negara jauh atau mungkin melibatkan infiltrasi di rumah oleh komputer konvensional terlatih matamata dan tahi lalat atau dalam kasus lain mungkin kriminal karya dari amatir hacker jahat dan programmer software .
Cyber espionage biasanya melibatkan penggunaan akses tersebut kepada rahasia dan informasi rahasia atau kontrol dari masing - masing komputer atau jaringan secara keseluruhan untuk strategi keuntungan dan psikologis , politik, kegiatan subversi dan fisik dan sabotase . Baru-baru ini, cyber mata-mata melibatkan analisis aktivitas publik di situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Operasi tersebut, seperti non-cyber espionage, biasanya ilegal di negara korban sementara sepenuhnya didukung oleh tingkat tertinggi pemerintahan di negara agresor. Situasi etis juga tergantung pada sudut pandang seseorang, terutama pendapat seseorang dari pemerintah yang terlibat. Cyber espionage merupakan salah satu tindak pidana cyber crime yang menggunakan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain dengan memasuki jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen atau data-data pentingnya tersimpan dalam satu sistem yang computerize.




BAB III

Pembahasan


3.1 Motif Pendorong Terjadinya cyber espionage

Adapun faktor pendorong penyebab terjadinya cyber espionage adalah sebagai berikut :
1.   Faktor Politik
Faktor ini biasanya dilakukan oleh oknum-oknum tertentu untuk mencari informasi tentang lawan politiknya.
2.   Faktor Ekonomi
Karna latar belakang ekonomi orang bisa melakukan apa saja, apalagi dengan kecanggihan dunia cyber kejahatan semangkin mudah dilakukan dengan modal cukup dengan keahlian dibidang komputer saja.
3.   Faktor Sosial Budaya
Adapun beberapa aspek untuk Faktor Sosial Budaya :
a.   Kemajuan Teknologi Infromasi
Karena teknologi sekarang semangkin canggih dan seiring itu pun mendorong rasa ingin tahu para pencinta teknologi dan mendorong mereka melakukan eksperimen.
b.   Sumber Daya Manusia
Banyak sumber daya manusia yang memiliki potensi dalam bidang IT yang tidak dioptimalkan sehingga mereka melakukan kejahatan cyber.
c.    Komunitas
Untuk membuktikan keahlian mereka dan ingin dilihat orang atau dibilang hebat dan akhirnya tanpa sadar mereka telah melanggar peraturan ITE.

3.2 Contoh kasus Cyber Espionage

1.      Kasus Penyadapan Pemerintah Australia terhadap Pemerintahan Indonesia
             Australia sudah lama melakukan aksi mata-mata terhadap Indonesia. Duta Besar Australia di Indonesia Sir Walter Crocker (1955-1956) dalam biografinya mengakui, lembaga sandi Australia, Defense Signal Directorate (Australian Signal Directorate) secara rutin memecahkan dan membaca sandi diplomatik Indonesiasejak pertengahan 1950.
            Pada tahun 1960-an Badan intelijen sinyal Inggris, Government Communications Headquarters (GCHQ), membantu Defence Signal Directorate (DSD) Australia yang sekarang berganti nama Australian Defence Directorate (ASD) memecahkan kunci alat sandi produksi Swedia, Hagelin, yang digunakan Kedutaan Besar Indonesia di Darwin Avenue, Canberra. Pos pemantauan lain Defence Signal Directorate mengoperasikan intersepsi sinyal dan markas pemantauan di Kepulauan Cocos, di Samudra Hindia, 1.100 kilometer barat daya Pulau Jawa. Fasilitasnya meliputi radio pengawasan, pelacak arah, dan stasiun satelit bumi. Dari pos pemantauan tersebut Agen mata-mata elektronik Australia Defence Signals Directorat (DSD) 'menguping' komunikasi Angkatan Laut dan militer Indonesia.
            Mantan pejabat intelijen pertahanan Australia mengatakan, pemantauan Australia terhadap komunikasi angkatan laut dan militer Indonesia dilakukan sampai memungkinkan melakukan penilaian terhadap keseriusan Indonesia untuk mencegah penyelundupan manusia.
            Pada tahun 1999, laporan rahasia DSD mengenai Indonesia dan Timor Timur bocor. Laporan itu menunjukkan intelijen Australia masih mempunyai akses luas terhadap komunikasi militer Indonesia, bahkan rakyat sipil di negeri ini. Oleh sebab itu pembakaran ibu kota Timor Timur, Dili, oleh tentara Indonesia pada September 1999 tidak lagi mengejutkan intelijen Australia.
            Kemudian pergerakan Spionase terhadap Indonesia tidak hanya sampai disitu, berdasarkan informasi yang di bongkar oleh Edward Snowden menunjukkan bahwa Australia dalam aksi spionasenya menyadap presiden, ibu negara dan sejumlah pejabat Indonesia. Penyadapan tersebut terungkap bahwa pada tahun 2007, Intelijen Australia melakukan pengumpulan informasi nomor kontak pejabat Indonesia saat Konferensi Perubahan Iklim di Bali. Operasi ini dilakukan dari sebuah stasiun di Pine Gap, yang dijalankan dinas intelijen Amerika, CIA, dan Departemen Pertahanan Australia. Kemudian dinas badan intelijen Ausralia DSD, sekarang ASD mengoperasikan program bersandi Stateroom, memanfaatkan fasilitas diplomatik Australia di berbagai negara, termasuk di Jakarta. “Buka rahasia mereka, lindungi rahasia kita (reveal their secrets, protect our own)”. Itulah semboyan salah satu dinas badan Intelijen Australia tersebut.
            Operasi pengintaian ini terungkap menurut dokumen Edward Snowden, dengan nama sandi Reprieve yang merupakan bagian dari program intelijen „Lima Mata‟. Kolaborasi intelijen „Lima Mata‟ mencakup Amerika Serikat, Inggris, Selandia Baru, Kanada, dan Australia. Dokumen rahasia yang dipublikasikan luas oleh Guardian Australia bersama Australian Broadcasting Corporation serta The Sydney Morning Herald bahwa penyadapan oleh Australia terhadap Indonesia berdasarkan bukti slides rahasia Departemen pertahanan Australia.
           

3.3 Metode Mengatasi Cyber Espionage

Ada 8 cara untuk melindungi dari serangan Cyber Espionage :
1.      Bermitra dengan pakar keamanan informasi untuk sepenuhnya
memahami lanskap ancaman sementara meningkatkan visibilitas
mereka di seluruh basis klien mereka.
2.      Tahu mana aset perlu dilindungi dan risiko operasional terkait masing masing.
3.      Tahu mana kerentanan Anda berbohong.
4.      Perbaiki atau mengurangi kerentanan dengan strategi pertahanan mendalam.
5.      Memahami lawan berkembang taktik,teknik, dan prosedur yang memungkinkan anda untuk membentuk kembali penanggulangan defensif anda seperti yang diperlukan
6.      Bersiaplah untuk mencegah serangan atau merespon secepat mungkin jika anda dikompromikan
7.      Deteksi cepat dan respon adalah suatu keharusan
8.      Memiliki rencana jika anda adalah korban perang cyber

3.4 Hukum yang mengatur cyber espionage

Cyber espionage sendiri telah disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
UU ITE yang mengatur tentang cyber espionage adalah sebagai berikut :
1.      Pasal 30 Ayat 2 ”mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi dan/atau dokumen elektronik”
2.      Pasal 31 Ayat 1 “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain”

            Dan Untuk ketentuan pidananya ada pada :

1.      Pasal 46 Ayat 2 “ Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah)”
2.      Pasal 47 Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).




BAB IV

Penutup


4.1 Kesimpulan

Perkembangan teknologi informasi (TI) dan khususnya juga Internet ternyata tak hanya mengubah cara bagaimana seseorang berkomunikasi, mengelola data dan informasi, melainkan lebih jauh dari itu mengubah bagaimana seseorang melakukan bisnis. Dari perkembangannya tidak hanya di dapat dampak positive, tetapi juga dampak negatifnya  yaitu kejahatan di dunia maya (cybercrime) yang salah satunya adalah cyberespionage atau kegiantan memata-matai.

4.2 Saran

Mengingat begitu pesatnya perkembangan dunia cyber (internet), yang tidak mengenal batas-batas    teritorial dan beroperasi secara maya juga menuntut pemerintah mengantisipasi aktivitas-aktivitas baru yang harus diatur oleh hukum yang berlaku,terutama memasuki pasar bebas, demi tegaknya keadilan di negri ini. Dengan di tegakannya cyberlaw atau pengendali di dunia maya diharapkan dapat mengatasi cybercrime khususnya cyberespionage.



DAFTAR PUSTAKA
1.     Hamzah, Andi.1990. Aspek-Aspek Pidana Dibidang Komputer.Jakarta.Sinar Grafika
2.     Protes penyadapan Indonesia tarik kedubes RI untuk Australia, www.voaindonesia.com
3.     www.hukumonline.com








No comments:

Post a Comment